Pendekatan kekeluargaan yang dilakukan oleh pengurus dan guru merupakan resep yang sangat ampuh untuk memotivasi siswa untuk lebih giat belajar.
Pendidikan Saniangbaka akhir-akhir ini mengalami kemunduran. Prestasi besar yang diraih para pelajar kita di sekolah-sekolah negeri baik di Singkarak, maupun di Kota Solok perlahan-lahan mulai meredup. Ditengah kekeringan prestasi tersebut muncul sedikit harapan dari Kampung Baru Tanjung Guci, tempat dimana sekolah MAM berada. Ditandai dengan banyak alumni mereka yang kuliah di Perguruan Tinggi Negeri yang ada di Kota Padang, bahkan sebagian besar dari mereka menjadi pengurus inti IRM (Ikatan Remaja Muhammadiyah) wilayah Sumbar.
Berbekal informasi tersebut, sehari setelah hari raya Idul Adha 1427 H, penulis mencoba mewancarai Bapak Afliza Kamal, I.Ph, S.Ag Kepala Sekolah MAM di Balai Gadang. Urang Sumando Balamansiang yang biasa dipanggil Pak AF ini ketika penulis temui sedang istirahat dirumahnya setelah sehari sebelumnya mengisi ceramah Idul Adha di Kota Gelamai (Payakumbuh).
MAM sendiri didirikan pada tahun 1994, dan menghasilkan lulusan perdana pada tahun 1997. sampai saat ini MAM talah meluluskan sebanyak 122 orang siswa. Kalau dilihat dari segi kuantitas (jumlah) lulusan masih sedikit memang, karena rata-rata jumlah lulusan mereka hanya 15 orang pertahun. Kondisi ini disebabkan oleh randahnya minat warga kita untuk sekolah di MAM. Sebagai informasi tambahan rata-rata jumlah siswa asli Saniangbaka yang sekolah di MAM setiap tahunnya tidak lebih dari 50 %. Padahal dari segi kualitas mereka memiliki prestasi yang sangat mencengangkan. Ternyata semua alumni MAM yang kuliah di Padang 100 % diterima di Perguruan Tinggi Negeri (IAIN, Unand, UNP) melalui jalur PMDK (diterima tanpa tes), sedangkan rata-rata lulusan yang diterima di perguruan tinggi melalui jalur PMDK + 47,5 % / tahun (data selengkapnya lihat tabel). Hasil ini merupakan prestasi yang cukup membanggakan, dan sulit ditemukan sekolah negeri maupun swasta yang mampu meluluskan siswanya menyamai prestasi yang telah mereka torehkan. Padahal mayoritas dari mereka berasal dari keluarga tidak mampu yang sudah pasti minim dari segi fasilitas.
Tabel Porsentasi Jumlah Lulusan MAM yang Diterima di PMDK
Tahun Ajaran
Jumlah Lulusan
Jumlah Diterima PMDK
Porsentase (%)
1997/1998
15
7
46,67
1998/1999
14
5
35,71
1999/2000
17
7
41,18
2000/2001
15
8
53,33
2001/2002
14
6
42,86
2002/2003
15
7
46,67
2003/2004
20
8
40,00
2004/2005
12
10
83,33
Jumlah
122
58
47,54
Sumber: MAM Saniangbaka Tahun 2006
Keberhasilan yang telah dicapai tidak terlepas komitmen yang kuat dari semua unsur yang ada di sekolah, mulai dari pengurus, guru, serta murid untuk memajukan pendidikan Saniangbaka. Pendekatan kekeluargaan dari guru dan pengurus kepada siswa merupakan resep yang sangat ampuh dalam memotivasi siswa untuk belajar ditambah lagi dengan bimbingan dalam mengatasi berbagai permasalahan sehari-hari. Situasi seperti sulit kita temukan disekolah-sekolah negeri. Sebagian besar dari guru saat ini beranggapan bahwa tugas mereka sebagai guru hanya terbatas kepada pencapaian target SKS yang dibebankan kepada mereka, tanggung mereka sebagai pendidik baik didalam maupun diluar kelas sudah mulai terabaikan, sehingga siswa begitu mudah kehilangan arah dan terlibat berbagai perilaku menyimpang.
Sangat disayangkan prestasi yang telah mereka capai belum mampu menarik minat warga di kampung untuk menyekolahkan anaknya di MAM, mereka lebih cenderung menyekolahkan anaknya ke luar (Singkarak atau Solok) walaupun untuk itu mereka mengeluarkan biaya yang cukup besar dengan hasil yang belum tentu sesuai dengan yang diharapkan. Pola pikir orang tua maupun anak yang lebih mementingkan prestise (sanjungan) dibandingkan prestasi merupakan salah satu faktor penghambat bagi kelansungan pendidikan Saniangbaka saat ini. Seperti yang disampaikan oleh Atrizon, S.Pd (Sekretaris LAPENSRA) yang sekarang mengajar di SMEA Negeri Solok, bahwasanya apa yang didapat oleh anak-anak yang sekolah di Solok tidak memberikan manfaat yang berarti bagi mereka, mereka hanya terbuai dengan nama besar bisa sekolah di Solok dan mengambil jurusan yang kesannya begitu wahhh tapi hasil yang didapat sangat jauh dari harapan.
Aktif di Organisasi
Salah satu faktor yang menyebabkan kegagalan sarjana asal Saniangbaka dalam memasuki dunia kerja adalah kelemahan mereka dalam berorganisasi, padahal seperti kita ketahui organisasi merupakan salah garansi untuk memasuki dunia kerja, pengalaman dalam berorgansasi merupakan salah satu faktor penunjang diterimanya seseorang untuk bekerja. Para ahli mengibaratkan mereka yang aktif di organisasi berarti telah melangkahkan sebelah kakinya kedunia kerja.
Rata-rata lulusan MAM aktif dalam berorganisasi, setiap tahun alumninya selalu diterima menjadi pengurus inti IRM (Ikatan Remaja Muhammadiyah) Wilayah Sumatera Barat. Bahkan mayoritas pimpinan IRM Sumbar saat ini merupakan alumni MAM Saniangbaka. Kondisi ini menjadikan MAM sebagai salah satu pusat pengkaderan Muhammadiyah Sumatera Barat. MAM setiap tahun pasti ditunjuk mengadakan kegiatan Muhammadiyah yang berskala wilayah Sumbar, bahkan pernah kegitan wilayah yang diadakan di MAM dihadiri oleh Pengurus Pusat Muhammadiyah.
Untuk daerah Solok dan sekitarnya dalam 3 tahun terakhir ini MAM selalu menjadi tujuan diadakannya Pesantren Kilat bagi sekolah-sekolah negeri seperti SMA 4 Solok, SMP 3 dan SMP 4 Solok. Dalam acara tersebut Pematerinya adalah guru MAM sedangkan yang menjadi instruktur/pelatih adalah siswa MAM sendiri. Ini sungguh membanggakan dimana mereka sudah mempu menjadi instruktur untuk anak-anak yang setingkat dengan mereka (SLTA).
Solusi Atas Mahalnya Biaya Pendidikan
Dalam Seminar “Menuju Saniangbaka Menjadi Nagari Pendidikan” yang diadakan tahun lalu, dimana saat itu disampaikan bahwa mahalnya biaya pendidikan merupakan salah satu faktor penghambat perkembangan pendidikan saat ini. Ternyata untuk pendidikan menengah kebawah mahalnya biaya sekolah tidak menjadi kendala bagi masyarakat Saniangbaka, karena kita mempunyai sekolah swasta yang murni dibiaya oleh swadaya masyarakat dikampung maupun perantauan, seperti MTsM dan MAM.
MAM sebagai sekolah swasta tidak membebankan biaya yang besar kepada siswanya seperti sekolah swasta pada umumnya, mereka hanya menarik uang SPP Rp. 18.000/bln ditambah dengan iuran kesehatan Rp. 2.000/bln. Sedangkan uang pembangunan hanya Rp. 50.000/th. Jumlah ini jauh lebih sedikit dibandingkan dengan sekolah negeri yang rata-rata SPP nya melebihi Rp. 50.000/bln. Bahkan untuk uang masuk saja, seperti di SMKN Solok mencapai Rp. 600.000.
Minimnya biaya semakin tidak dirasakan dengan adanya berbagai beasiswa, seperti (1) Bebas uang sekolah 1 semester untuk Juara Umum; (2) BKM dari pemerintah sebesar Rp. 150.000/org/6 bulan untuk 9 orang; (3) Orang tua asuh yang membiayai seluruh kebutuhan sekolah sebanyak 6 orang dari Gubalo Bangunan; (4) Bantuan lain berupa tambahan yang sifatnya tidak rutin.
Dengan berbagai kemudahan tersebut sangat tidak bijak kalau kita masih menjadikan mahalnya biaya sebagai alasan untuk tidak melanjutkan pendidikan anak. Kondisi ini tentu tidak berlaku bagi mereka yang sekolah keluar, karena untuk ongkos sehari-hari saja mereka mengeluarkan biaya yang cukup besar. Seperti yang disampaikan oleh Pak Afliza, biaya yang dikeluarkan oleh mereka yang sekolah keluar tersebut seharusnya bisa menutupi kebutuhan hidup keluarga mereka sehari-hari.
Rata-rata siswa MAM berasal dari keluarga yang tidak mampu, sehingga mereka kesulitan untuk melanjutkan ke perguruan tinggi. Untuk mengatasi permasalahan ini Pengurus MAM mencarikan solusinya dengan (1) memberikan informasi kepada orang tua sebelum kuliah; (2) dibantu mencarikan biaya (orang tua asuh); (3) kontrakan bersama, yang biayanya disubsidi/dibantu oleh sekolah, guru, dan alumni; (4) bantuan yang sifatnya tidak terikat; (5) bagi yang berminat tinggal di masjid/mushalla akan dibantu mencarikannya.
Dari keterangan diatas dapat kita lihat bahwasanya pembinaan terhadap siswa tidak hanya terbatas sampai mereka lulus saja, tapi berlanjut sampai ke perguruan tinggi. Mereka betul-betul dibimbing dan dibantu mulai dari pemilihan jurusan, mencarikan orang tua asuh, pekerjaan, tempat tinggal. Ikatan alumni terjalin dengan baik. Alumni yang sudah lebih dahulu kuliah bertanggung jawab terhadap adik-adik mereka yang baru masuk.
Embrio Nagari Pendidikan
Salah satu tujuan dari dibentuk Lembaga Pendidikan Saniangbaka (LAPENSRA) adalah bagaimana menjadikan Saniangbaka sebagai tujuan pendidikan, dengan arti kata berusaha menarik minat orang dari luar untuk sekolah di Saniangbaka. Tanpa kita sadari ternyata MAM sudah merintisnya semenjak didirikan. Sampai saat ini + 60 % siswa MAM berasal dari luar Saniangbaka. Tentu kita sangat berharap jumlah mereka bertambah setiap tahunnya seiring dengan pertambahan jumlah siswa yang sekolah di MAM.
Dengan banyaknya siswa dari luar yang sekolah di kampuang akan sangat menguntungkan bagi kita. Seperti yang dikatakan oleh Pak Af, dari segi ekonomi kehadiran mereka akan sangat menguntungkan bagi kita. Bagaimanapun juga seluruh kebutuhan hidupnya akan dibeli di lapau-lapau yang ada di kampuang. Mereka juga pasti akan menggunakan angkot Saniangbaka (jumlah penumpang meningkat). Secara tidak langsung siswa luar tersebut juga akan menjadi duta pendidikan bagi Saniangbaka. Keramahan, kenyamanan dan keamanan yang mereka dapatkan akan membuat mereka betah untuk sekolah di Kampuang, kondisi ini sudah pasti akan di informasikannya kepada rekan-rekannya yang lain. Sebaliknya kalau mereka sudah merasa tidak nyaman dan keamanan mereka terancam jangankan untuk mendatangkan orang lain, siswa yang sudah ada pun akan pindah ke sekolah lain.
Diakhir pembicaraan ada sedikit harapan yang disampaikan oleh Pak Af, diantaranya adalah (1) MAM saat ini sangat mengharapkan adanya perhatian dari pihak nagari terhadap keamanan sekolah, bukan berarti selama ini nagari tidak memperhatikan, tapi saat ini masih terjadi gangguan-gangguan terhadap fasilitas yang ada di MAM, seperti terjadinya kebakaran terhadap gedung sekolah pada acara School Meeting tahun 2005 yang lalu, dengan kata lain kita sangat berharap adanya rasa memiliki seluruh unsur masyarakat Saniangbaka terhadap MAM; (2) Untuk meningkatkan jumlah siswa dari luar, diperlukan pelayanan yang lebih baik, sebagaimana layaknya kita melayani tamu yang berkunjung kerumah kita; (3) sentimen kedaerahan yang selama ini masih ada, sudah seharusnya dikikis habis. Siapapaun yang berbuat untuk kemajuan Saniangbaka, dari manapun asalnya sudah seharusnya kita dukung, sebab prestasi yang mereka capai sudah pasti mengharumkan nama Saniangbaka. Sudah saatnya kita berfikir bagaimana Saniangbaka ke depan. Sentimen kedaerahan ataupun kelompok akan membuat kita selalu tertinggal karena kita tidak mau membuka diri dan terbuai dengan masa lalu yang tidak mungkin akan terulang kembali, tanpa adanya usaha dari kita semua untuk memperbaiki diri.
Untuk menjamin kelangsungan pendidikan di MAM diperlukan dukungan dari segenap unsur masyarakat yang ada baik di kampung maupun di perantauan, sebagaimana firman Allah SWT “Dan janganlah sekali-kali kebencian (mu) kepada sesuatu kaum karena mereka menghalang-halangi kamu dari Masjidilharam, mendorongmu berbuat aniaya (kepada mereka). Dan tolong-menolonglah kamu dalam (mengerjakan) kebajikan dan takwa, dan jangan tolong-menolong dalam berbuat dosa dan pelanggaran. Dan bertakwalah kamu kepada Allah, sesungguhnya Allah amat berat siksa-Nya” (QS 5:2).
Prestasi yang di raih sudah sepatutnya mendapat penghargaan dari kita semua. Jangan sampai prestasi besar yang telah dirintis ini hilang karena ketiadaan siswa. Permasalahan mendasar yang dihadapi saat ini adalah kurangnya minat masyarakat untuk menyekolahkan anaknya di MAM, hanya dikarenakan kurangnya informasi yang didapat oleh masyarakat mengenai kondisi MAM yang sebenarnya. Untuk itu bagi pihak MAM sendiri tentu harus lebih lebih membuka diri dengan berbaur dengan semua unsur yang ada di masyarakat dan lebih giat dalam mensosialisasikan program-program yang ada serta prestasi yang telah diraih selama ini, agar dugaan-dugaan negatif yang ada di masyarakat terhadap MAM bisa diredam.
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
1 comment:
Tulisan ini sangat bagus, tapi timbul pertanyaan dalam diri saya, seberapa banyak masyarakat yang membaca tulisan ini baik yang berada di perantauan maupun di kampung. Usul saya, sebaiknya tulisan ini di muat di SARAN.
Post a Comment