Monday, November 27, 2006

RUNTUHNYA SURAU KAMI

Riuh rendah suara anak-anak mengaji selalu terdengar malam hari di surau ini, setiap sudut surau yang terdiri dari 2 lantai ini penuh terisi, + 200 orang jumlah anak yang aktif mengaji setiap malamnya disini, dengan 14 orang majelis guru. Jumlah yang sangat luar biasa untuk ukuran sebuah nagari dengan belasan surau, dan 2 bh mesjid yang aktif mengadakan pengajian.
Sudah lama kita merindukan suasana seperti ini, yang tidak pernah kita temui lagi dalam 2 dekade terakhir ini. Murid-muridnya bukan saja berasal dari anak-anak yang berdomisili di sekitar surau tapi juga berasal dari seluruh pelosok nagari, mulai dari Balai Lalang, Balai Gadang, Balai Batingkah, Kapalo Labuh, datang Mengaji Kasurau Bungo Lapau Manggih.
Hasilnya pun sungguh menggembirakan kita semua, setiap ada perlombaan mengaji (MTQ/MSQ) antar surau di kampuang selalu dimenangkan oleh anak-anak mangaji Surau Bungo, sedangkan untuk tingkat Kecamatan, peserta dari anak-anak Surau Bungo selalu ikut mewakili Saniangbaka.Untuk tingkat Kabupaten jangan ditanya lagi semua orang pasti tahu bahwa setiap tahun Surau Bungo selalu mengadakan lomba Qasidah Rabana.
Puncak prestasi Surau Bungo dapat dilihat pada acara wisuda(Qhatam Al-Qur’an) yang diadakan 1 kali 2 tahun, dengan menghasilkan lulusan rata-rata + 45 orang setiap tahunnya. Setiap ada kegiatan nagari pun mereka tidak mau ketinggalan dengan selalu mengikutsertakan anak-anak Marching Band mereka untuk meramaikan acara, seperti Melepas Keberangkatan Haji dan kegiatan lainnya.
Ini semua cukup membanggakan kita, sebagai warga Saniangbaka ditengah kelesuan surau-surau lain Surau Bungo tetap aktif dalam membina dan mendidik generasi penerus Saniangbaka di bidang Agama.
Tapi suasana langsung berubah 180 o semenjak hari raya Idul Fitri 1425 H (2005 M), para guru ngaji tidak mau lagi mengajar akibatnya anak-anak jadi terlantar, dan sekarang hanya tinggal + 50 orang anak dengan diajar oleh 7 orang guru, semua kegiatan rutin mereka pun jadi terlantar.
Penyebabnya adalah Khutbah nyeleneh dari Khatib Sholat Ied di Mesjid Raya, dimana pada waktu itu khatib menyampaikan yang intinya bahwa ada guru ngaji/amil zakat fitrah yang membagi-bagikan beras zakat fitrah untuk pribadi mereka, dari 4 karung beras yang ada 2 karung bagikan kepada fakir miskin, sedangkan 2 karung lagi mereka bagi-bagi. Pernyataan ini membuat para guru jadi tersinggung karena pengabdian mereka selama ini tidak dihargai sama sekali, dengan menuduh mereka berbuat hina, memakan beras zakat fitrah, dan itu disampaikan di hadapan seribuan orang, yang mungkin saja sebagian dari mereka langsung menerima informasi tersebut sebagai sebuah kebenaran.
Walaupun sang khatib sendiri tidak menyebutkan nama orangnya tapi sebagian dari jemaah sudah dapat menyimpulkan bahwa sindiran itu ditujukan kepada majelis guru Surau Bungo, apalagi para guru sebagai orang di fitnah.
Yang patut kita pertanyakan adalah apakah benar apa yang disampaikan khatib tersebut?, setelah penulis menanyakan langsung kepada pengurus surau (H. Kubar) beliau mengatakan bahwa apa yang disampaikan oleh khatib tersebut tidak benar, bahkan beliau sendiri menyaksikan sendiri bagaimana para guru & pemuda yang berjumlah + 20 orang tersebut membagikan beras sambil bahujan-hujan, sedangkan sisa beras yang tinggal hanya ½ karung, bukan 2 karung seperti yang disebutkan khatib, dan itupun kalau dibagikan kepada amil zakat yang jumlah 20 orang tidak akan mencukupi untuk jatah mereka sebagai amil. Senada dengan Pak Haji, menurut salah seorang majelis guru yang namanya tidak mau disebutkan apa yang disampaikan oleh khatib tersebut merupakan sebuah fitnah, dan membuat mereka sangat terpukul dengan kejadian ini, sehingga mereka memilih mengundurkan diri sebagai guru di Surau Bungo, karena pengabdian mereka selama ini terhadap surau sudah dinodai dengan fitnah yang sangat menyakitkan. Akibatnya sekarang adalah sebagian dari guru yang mengundurkan diri tersebut memilih mengajar di Surau Kapalo Banda, bahkan anak-anak yang selama ini mengaji di Surau Bungo pun sebagian sudah mengikuti mereka untuk mengaji di Surau Bungo. Kejadian ini akan memunculkan bibit-bibit perpecahan baru antara Surau Bungo dan Surau Kapalo Banda, karena pihak Surau Bungo merasa anak-anak mereka dibujuk untuk pindah mengaji.
Sungguh sangat kita sesalkan kejadian ini, anak-anak yang tidak mengerti dengan akar permasalahannya yang jadi korban, mereka jadi terombang-ambing bahkan sebagian dari mereka memilih tidak mengaji, lantas bagaimana tindakan dari pihak-pihak yang terkait dalam menyikapi permasalahan ini?, menurut Pak H. Kubar sendiri pengurus sudah menanyakan kepada si Khatib apa maksud dari khotbahnya tersebut, tapi yang bersangkutan berkilah, bahwa apa yang disampaikannya tersebut bukan ditujukan untuk Surau Bungo, tapi dia hanya memberikan contoh kepada jemaah, tapi masyarakat sudah terlanjur menilai bahwasanya sindiran itu ditujukan kepada Surau Bungo. Terhadap guru sendiri menurut pengurus mereka sudah memanggil mereka untuk mendudukkan permasalahan ini, tapi setelah dipanggil mereka tidak mau datang. Dari pihak guru sendiri mengakui mereka memang sudah dipanggil oleh pengurus dalam hal ini adalah Bpk. H. Nurijal sebagai Ketua Pengurus, tetapi mereka tidak mau menyanggupi karena mereka disuruh datang ke Solok ke tempat Ketua, sedangkan mereka menginginkan permasalahan ini diselesaikan di surau bersama-sama dengan khatib yang menjadi pangkal permasalahannya. Bagaimana dengan khatib sendiri sejauh ini menurut mereka, yang bersangkutan belum pernah menemui mereka untuk mendudukkan pokok permasalahannya.
Terlepas dari siapa yang benar dan siapa yang salah memang sudah seharusnya pihak-pihak yang terkait duduk bersama menyelesaikan permasalahan ini sehingga tidak ada pihak-pihak yang dirugikan. Apalagi dalam hal ini yang paling dirugikan adalah anak-anak kita generasi penerus nagari, atau kalau memang diperlukan pihak wali nagari turun tangan untuk memfasilitasi dalam penyeselsaian permasalahan ini. Indak ado kusuik nan indak bisa disalasaikan indak ado karuah nan indak bisa dijaniahkan.

No comments: