Tingkat kerusakan hutan yang melampaui batas di hulu sungai dan sepanjang DAS (Daerah Aliran Sungai) akibat ulah pihak-pihak yang tidak bertanggung jawab merupakan faktor penyebab utama terjadinya banjir bandang
Banjir saat ini seolah-olah sudah menjadi rutinitas bagi sebagian warga Indonesia. setiap datangnya musim penghujan dibeberapa daerah disibukkan dengan datangnya musibah banjir, bahkan yang lebih parah lagi adalah datangnya banjir bandang. Banjir yang melanda daerah permukaan rendah yang terjadi akibat hujan yang turun terus-menerus dan muncul secara tiba-tiba. Banjir bandang terjadi saat penjenuhan air terhadap tanah diwilayah tersebut berlangsung sangat cepat hingga tidak dapat diserap lagi. Air yang tergenang lalu berkumpul di daerah-daerah dengan permukaan rendah dan mengalir dengan cepat ke daerah yang lebih rendah. Akibatnya segala benda yang dilewati air hanyut terbawa arus secara tiba-tiba.
Contoh banjir bandang besar yang terjadi akhir-akhir ini di Indonesia adalah banjir di Bukit Lawang Kab. Langkat Sumut pada November 2003, dimana sedikitnya 80 orang tewas dan menghanyutkan ratusan rumah. Semenjak saat itu banjir bandang seolah sudah menjadi langganan bagi republik ini, berturut-turut kejadin di Aceh Tenggara pada April 2005 yang meluluhlantakkan pemukiman penduduk di daerah tersebut.
Pada awal tahun 2006 ini justru lebih parah lagi, banjir bandang melanda hampir di seluruh pelosok tanah air, pada 1 Januari 2006, banjir di Jember menewaska 59 orang, setelah itu banjir bandang berturut-turut melanda beberapa daerah di Pulau Jawa, daerah Manado, Nusa Tenggara Timur, dan dibeberapa daerah lainnya.
Sumbar sendiri tidak luput dari musibah banjir bandang, bahkan lebih parah dibandingkan daerah lain. Banjir terjadi di beberapa Kabupaten, seperti di Lubuk Basung yang membuat jalur Lubuk Basung - Pasaman terputus, di Kab. Dharmasraya luapan sungai Batanghari merendam sekitar 150 bh rumah. Kondisi paling parah terjadi di Kab. Pesisir Selatan, hanya pada bulan Februari 2006 saja banjir bandang terjadi 3 kali berturut-turut yang menghantam 3 kecamatan. Banjir menghanyutkan ratusan rumah warga, bahkan memakan korban jiwa sebanyak 2 orang, total kerugian diperkirakan mencapai Rp. 100 Milyar.
Tingkat kerusakan hutan yang melampaui batas di sepanjang DAS (Daerah Aliran Sungai) oleh pihak-pihak yang tidak bertanggung jawab merupakan faktor penyebab utama terjadinya banjir bandang. Ditambah lagi dengan tingginya curah hujan yang turun dalam jangka waktu yang lama. Selaras dengan apa yang disampaikan oleh Wakil Gubernur Sumatera Barat, Prof. DR. H. Marlis Rahman, MSc, kepada wartawan ketika berkunjung ke lokasi bencana di Nagari Kambang, Kec. Lengayang, Kab. Pessel ”hutan gundul merupakan faktor penyebab banjir bandang, terbukti dengan banyaknya kayu-kayu besar bekas tebangan liar ditemukan bergelimpangan di tengah kampung setelah surutnya air dari banjir itu,”
Lantas apa hubungannya dengan kita warga Saniangbaka? Seperti kita ketahui bahwasanya nagari kita dilalui oleh Tangaya yang membelah pemukiman menjadi 2 bagian yaitu Timur dan Barat. Masih segar dalam ingatan kita bagaimana pada tahun 1987 yang lalu Tangaya “mengamuk” dan menghanyutkan beberapa buah rumah dan merusak areal persawahan. Balum lagi banjir-banjir kecil yang mengikis pinggiran tebing yang membatasi aliran sungai.
Potensi untuk terulangnya kejadian tersebut dalam waktu dekat ini bukan tidak ada, dan belum begitu membahayakan. Seperti yang kita ketahui bersama, pada saat ini aliran air Tangaya jauh menyusut dibandingkan dengan beberapa tahun yang lalu, debit airnya tak ubahnya seperti “aia banda”. Kondisi ini menandakan kurang/rendahnya tingkat serapan air di hulu sungai. Setiap terjadi hujan dalam jangka waktu yang cukup lama, debit air menjadi tinggi, tapi hanya berlangsung sesaat setelah itu langsung kering seperti semula. Kalau hujan turun dalam waktu yang lebih lama lagi tentu kondisinya akan jauh lebih membahayakan. DAS kita yang berbelok-belok yang melintasi pemukiman penduduk, membuat aliran air jadi tidak terkendali ikut memperparah keadaan.
Patut kita syukuri sampai saat ini minat warga kita untuk melakukan penebangan hutan (faktor utama penyebab terjadinya banjir bandang dan longsor) masih sangat rendah, sehingga sampai saat ini hutan kita masih terjaga. Akan tetapi dengan dibukanya jalan tembus dari Aia Angek sampai Kapalo Banda, otomatis membuka akses untuk masuk ke kawasan hutan kita yang selama ini belum terjamah, sehingga kedepan hal ini patut menjadi perhatian tersendiri bagi pihak pengelola nagari.
Untuk itu kita harus mulai memikirkan dari sekarang bagaimana untuk mengantisipasi supaya kejadian yang lalu jangan sampai terulang kembali. Disamping itu kecilnya debit air Tangaya sudah saatnya menjadi perhatian kita bersama, seperti kita ketahui Tangaya merupakan urat nadi nagari Saniangbaka. Kecilnya aliran air tidak mampu menghanyutkan sampah yang dibuang masyarakat, sehingga membuat terjadi tumpukan-tumpukan sampah, yang sudah pasti akan menjadi sumber penyakit.
Alangkah lebih bermanfaat kalau panitia pulang basamo tahun 2006 yang sudah dibentuk menjadikan reboisasi/penghijauan nagari sebagai salah satu programnya, dan mencari solusi terhadap permasalahan kecilnya debit air Tangaya, dibandingkan dengan acara hura-hura yang manfaatnya mungkin hanya dirasakan oleh segelintir orang.
Monday, November 27, 2006
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
No comments:
Post a Comment