Monday, November 27, 2006

OJEK MASUK KAMPUANG

Di masa-masa sulit seperti sekarang ini menjadi Tukang Ojek merupakan salah satu solusi yang paling banyak diminati oleh masyarakat untuk mencari nafkah.

Belakangan ini ada pemandangan yang sedikit berbeda dari biasanya yang kita temui ketika kita sampai di Pasar Sumani yang merupakan pintu gerbang utama menuju nagari Saniangbaka, di setiap persimpangan sekarang sudah berdiri pangkalan-pangkalan ojek, tidak terkecuali di simpang jalan menuju Saniangbaka/ Paninggahan.
Ojek sekarang sudah menjadi alat transportasi jarak dekat yang paling efektif bagi masyarakat. Para pemuda dikampuang maupun perkotaan banyak yang beralih profesi menjadi tukang ojek. Seiring dengan murahnya uang muka (DP) dan persyaratan untuk kredit motor, masyarakat beramai-ramai membeli motor. Hanya dengan uang muka Rp. 500.000,- kita sudah bisa membawa pulang motor baru. Bahkan motor bekas tarikanpun dikreditkan kembali.
Seolah tidak mau ketinggalan, para pemuda Saniangbaka-pun mulai berangsur-angsur beralih profesi menjadi tukang ojek dengan trayek Saniangbaka-Sumani. Walaupun pada awalnya mereka sedikit “ogah” menjadi pengojek tapi lama kelamaan jumlah mereka semakin lama semakin banyak.
Sebagian besar dari mereka hanya menjadi pengojek musiman, artinya mereka hanya mengojek pada hari balai (minggu), sedangkan yang rutin hanya sedikit. Perbedaan penghasilan antara hari Minggu dan hari biasa memang sangat jauh. Pada hari Minggu mereka bisa mendapatkan penghasilan bersih antara Rp. 50.000-80.000 sehari. Sedangkan untuk hari biasa tidak lebih dari Rp. 30.000 sehari. Kondisi ini yang membuat mereka hanya menjadikan mengojek sebagai profesi sampingan.
Selintas lalu lintas ojek memang terlihat begitu ramai di kampuang. Ramainya ojek yang melintas tersebut, sebagian besar merupakan ojek dari Paninggahan, sedangkan urang awak hanya sedikit yang menjadikan ojek sebagai mata pencaharian utama mereka.
Kehadiran ojek disatu sisi sangat menguntungkan bagi masyarakat, karena selain cepat juga tarifnya relatif murah. Hanya dengan modal Rp. 2.000.- dari Sumani kita diantar langsung ke alamat begitu juga sebaliknya. Bagi dunsanak dirantau yang pulang kampuang, kalau sampai tengah malam di Sumani tidak perlu lagi menunggu mobil sampai pagi karena ojek stand by 24 jam disana.
Disisi lain keberadaan ojek sering menimbulkan polemik, terutama dikalangan sopir angkut, dibeberapa daerah sering terjadi konflik antara ojek dengan angkot, tekait dengan masalah rebutan penumpang, dalam hal ini sudah barang pasti yang dirugikan adalah sopir angkot. Kondisi ini juga terjadi di Kampuang yang berujung dengan mogoknya sopir oto selama satu hari. Ketegangan akhirnya mencair setelah diadakannya musyawarah antara perwakilan ojek dengan PASB (Persatuan Awak Sopir Saniangbaka) yang menghasilkan beberapa butir kesepakatan, diantaranya adalah (1) ongkos ojek tidak boleh sama dengan ongkos angkot (harus lebih mahal); (2) ojek tidak boleh mengambil penumpang ditempat mangkal angkot. Dengan adanya kesepakatan ini ketegangan akhirnya mencair. Kita seharusnya merasa bangga dengan cara yang ditempuh oleh Saudara kita dalam menyelesaikan masalah banagari. Cara-cara elegan seperti ini yang harus terus kita pelihara ketika kita sedang ditimpa masalah.
Permasalahan lain yang terkait dengan keberadaan ojek adalah, rawannya terjadi kecelakaan, karena ada oknum-oknum ojek yang suka ugal-ugalan dalam mengejar setoran tanpa memperhatikan keselamatan penumpang. Untuk mengantisipasi hal tersebut para pemuda dikampuang berinisiatif membangun tanggul ditempat-tempat keramaian mulai dari Lapau Kincia sampai ka Kapalo Labuh. Kehadiran polisi tidur itu memang sedikit menggangu bagi pengendara, tapi harap dimaklumi semua itu bertujuan untuk menghindari anak kemenakan kita dari kecelakaan lalulintas.

No comments: